Jakarta, Obornusantara.com
Tindakan dua pejabat Pemerintah Kabupaten Ogan Komering Ilir (OKI) yang terlihat menghadiri Kongres Partai Amanat Nasional (PAN) ke-6 dan perayaan ulang tahun partai itu di Grand Ballroom Kempinski, Jakarta, Jumat (23/8/2024), menimbulkan pertanyaan serius tentang netralitas dan integritas Aparatur Sipil Negara (ASN). Ika Yusa Putra, Kepala Bagian Umum Pemkab OKI, dan Syamsudin, Sekretaris Kesbangpol OKI, tertangkap kamera bersama rekan-rekan mereka mengenakan atasan biru, warna yang identik dengan PAN, di tengah hiruk-pikuk politik.
Kehadiran pejabat publik di acara politik di hari kerja seolah menampar wajah netralitas ASN yang seharusnya dijaga dengan ketat. Tak pelak, publik pun bertanya-tanya, apakah ini tanda dari erosi nilai-nilai profesionalisme di tubuh birokrasi, ataukah cermin dari fenomena “loyalitas ganda” yang kerap mencederai kredibilitas lembaga pemerintah?
“Ini jelas bentuk ketidakpatuhan terhadap aturan netralitas ASN. Kehadiran mereka menunjukkan bagaimana birokrasi kita masih rentan terhadap intervensi politik. ASN seharusnya menjadi pelayan publik, bukan perpanjangan tangan partai politik,” tegas Dian Pratama, pengamat kebijakan publik dari Lembaga Kajian dan Advokasi Anggaran.
Dian menambahkan bahwa kasus ini seharusnya menjadi perhatian serius bagi Badan Kepegawaian Negara (BKN) dan Kementerian Dalam Negeri. “Jangan sampai publik beranggapan bahwa pejabat pemerintah bisa bebas menghadiri acara politik tanpa konsekuensi apa pun. Ini preseden berbahaya yang bisa merusak fondasi netralitas birokrasi.”
Di sisi lain, kehadiran kedua pejabat tersebut menimbulkan kecurigaan adanya hubungan yang lebih dalam antara Pemkab OKI dan PAN. Apakah ini sinyal awal dari sebuah dukungan politik terselubung? Atau ada kepentingan tertentu yang sedang dimainkan di balik layar? Pertanyaan-pertanyaan ini tentu tidak bisa dijawab hanya dengan dalih kehadiran seremonial.
Sumber internal yang enggan disebutkan namanya mengungkapkan bahwa Ika Yusa Putra dan Syamsudin memang dikenal memiliki afiliasi politik yang kuat dengan PAN. “Mereka sering kali hadir dalam kegiatan partai, meskipun status mereka sebagai ASN. Hal ini sudah menjadi rahasia umum di lingkungan Pemkab OKI,” ujarnya.
Bukan kali pertama pejabat daerah terlibat dalam kegiatan politik praktis. Namun, kasus ini seakan menegaskan betapa lemahnya penegakan aturan bagi ASN, terutama di daerah-daerah yang sering kali dianggap sebagai “lumbung suara” bagi partai tertentu.
“Ini tidak hanya masalah etika, tetapi juga menyangkut integritas dan akuntabilitas. Ketika pejabat publik tidak lagi merasa terikat oleh aturan, publiklah yang akhirnya dirugikan,” lanjut Dian.
Hingga berita ini dipublikasikan, pihak Pemkab OKI belum memberikan tanggapan resmi terkait kehadiran Ika Yusa Putra dan Syamsudin di acara politik tersebut. Sementara itu, Kementerian Dalam Negeri dan BKN diharapkan segera mengambil langkah tegas untuk mengklarifikasi dan memberikan sanksi jika terbukti ada pelanggaran. Publik tentu menunggu, apakah ini akan menjadi babak baru dalam upaya reformasi birokrasi, atau justru sekadar episode lain dari drama ketidakberdayaan hukum di hadapan kekuasaan. (Theo))