Kayuagung, Obornusantara.com
Dunia pendidikan di Kab Ogan Komering Ilir (OKI) dalam mengelola pendidikan semakin merajalela karena disetiap sekolah banyak ditemui penyimpangan-penyimpangan korupsi yang menjurus merugikan negara hingga ratusan juta rupiah.
Keberadaan K3S dibentuk untuk memiliki tujuan mulia yakni meningkatkan kompetensi kepala sekolah, menjaga kualitas institusi pendidikan, membantu kepala sekolah mengembangkan profesionalisme namun menjadi ajang pungli maupun korupsi Ketua K3S.
Menyikapi hal ini Lembaga Lapisan Pemantau Situasi (LAPSI) Sumatera Selatan (Sumsel) melaporkan Ketua Kelompok Kerja Kepala Sekolah (K3S) Kecamatan Pedamaran ke Kejaksaan Negeri Kayuagung terkait temuan dugaan penyimpangan dana BOS disetiap sekolah
Ketua lembaga LAPSI Sumsel Hamid Redi ketika ditemui di Kejaksaan (26/3) memaparkan temuan tersebut yakni, pembelian buku paket tidak sesuai dengan kebutuhan sekolah dan setiap tahun harus beli, penggunaan dana bos tidak di ketahui oleh komite sekolah, diduga adanya gratifikasi dari pihak pengadaan buku atau penerbit terhadap kepala sekolah yang di koordinasikan ketua KKKS, adanya unsur monopoli dan persaingan usaha dengan cara memberi hadiah terhadap kepala sekolah dari penerbit melanggar UU RI Nomor 5 tahun 1999 tentang larangan praktik monopoli dan persaingan usaha tidak sehat, diduga penggunaan dana melebihi ketentuan dari menteri keuangan tidak boleh lebih dari 20% dari dana bos yang diterima masing2 sekolah.
Mengacu pada unsur-unsur tindak pidana dalam hukum pidana Indonesia, mengarahkan sekolah untuk membeli buku dari penerbit tertentu secara paksa atau dengan kepentingan tertentu dapat dikategorikan sebagai tindak pidana korupsi, penyalahgunaan wewenang, atau praktik monopoli dan persaingan usaha tidak sehat, Ujar Hamid.
Hamid menambahkan, Jika ada arahan dari pihak tertentu yang mewajibkan sekolah membeli dari penerbit spesifik tanpa melalui proses pemilihan yang transparan, ini bisa dikategorikan sebagai intervensi yang melanggar aturan dan berpotensi merugikan sekolah. Jika praktik ini terkait dengan kepentingan tertentu, bisa juga berpotensi menjadi indikasi konflik kepentingan atau bahkan korupsi.
Dengan demikian Lembaga LAPSI meminta kepada penegak hukum mengusut permasalahan ini sesuai dengan dasar hukum yang berlaku, dan meminta kepada pihak penegak hukum dapat menindaklanjuti penyimpangan anggaran ini secara cepat, tegas, transparan dan bertanggung jawab dalam rangka pemberantasan korupsi (maling uang rakyat) menuju pemerintahan yang bersih (Good Goverment) serta mengembalikan kepercayaan rakyat terhadap citra penegak hukum di Indonesia, tutupnya.(Theo)