PALEMBANG, oborsumatra.com – Maraknya kasus penyalahgunaan BBM bersubsidi di Sumatera Selatan (Sumsel) sejak akhir 2022 dan awal 2023 yang ditangani Kepolisian Daerah (Polda) Sumsel menjadi tema pilihan Focus Group Discussion (FGD) yang diselenggarakan Pusat Bantuan Hukum (PBH) Peradi Palembang, DPC Ikadin Palembang dan Fakultas Hukum Universitas Sjakhyakirti (Unisti) Palembang.
FGD bertema “Tindak Pidana Penyalahgunaan BBM Bersubsidi” itu digelar Jumat (13/1/2023) di kampus Pascasarjana Unisti Palembang.
FGD yang dipimpin Ketua PBH Peradi Palembang diikuti praktisi hukum, akademisi, wartawan dan ahli di bidang minyak dan gas (migas) diantaranya mantan Komite Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas) Dr Ir Ahmad Rizal SH MH, FCBArb Dr Santi Wijaya SH MH staf pengajar FH Unisti, advokat dan Ketua Yayasan Sjakhyakirti Bambang Hariyanto SH MH, FCBArb, Dr Darmadi Jupri SH MH dan HM Antoni Toha SH MH AIIArb keduanya Korwil PDN Peradi.
“Kami sudah mengundang stakeholder atau pihak terkait lainnya seperti Pertamina dan anggota DPRD Sumsel. Sepertinya mereka berhalangan hadir,” kata Aina.
Adovat Bambang Hariyanto dalam FGD menilai persoalan penyalahgunaan BBM bersubsidi merupakan ujung saja dari sekian banyak problem BBM di Indonesia.
“Problem BBM di Indonesia bukan hanya persoalan BBM ilegal tapi ternyata di akar persoalannya sudah bermasalah. Mulai dari Peraturan Presiden yang mengatur BBM bersubsidi, tata kelolanya sampai penentuan importir BBM dan sebagainya. Demikian juga dengan penentuan soal subsidi dan non subsidi ternyata disalahgunakan, juga persoalan transportasinya,” katanya.
Menurut Bambang untuk mengurai permasalahan ini harus ada keberanian dulu karena ini berkaitan dengan “uang besar.”
“Selain itu apakah masalah ini sampai tidak ke proses hukum hal ini patut dipertanyakan?,” kata dia.
Sementara itu Ahmad Rizal yang selama menjadi Komite BPH Migas berurusan dengan masalah BBM menjelaskan, jika pengawasan dan penyaluran tepat sasaran maka BBM dapat tersalurkan tepat sasaran dan manfaatnya bisa dirasakan masyarakat.
“Kalau bicara kebocoran sampai di SPBU itu gambang mengarasinya. Ubah titik serah BBM bukan lagi di Depo tapi titik serah itu di SPBU, jadi kita tahu balance-nya berapa? Kalau sekarang ini diduga tidak seluruh kuota masuk di SPBU, karena saat transportasi ada yang nama kencing di jalan atau pengoplosan dan sebagainya,” katanya.
Digitalisasi Nozzle
Menurut mantan Ketua Kadin Sumsel tersebut, metode pengawasan dan pencegahan penyalahgunaan BBM harus diutamakan. “Banyak jalannya asal kita bisa tekan pelaksananya sesuai apa yang kita inginkan,” ujarnya.
Jika khusus bicara di Sumsel, menurut Ahmad Rizal jalan keluarnya yakni adanya Task Force dari Pemda melalui Bapenda dan didaftar semua pengguna BBM solar dari volume yang menengah sampai volume yang atas.
“Artinya yang banyak menggunakan solar di data apa dan diminta dibuat laporan kepada Task Force, sumbernya dari mana?,” tutur dia.
Ahmad Rizal juga menegaskan untuk mengatasi masalah penyalahgunaan BBM ini bisa dilakukan dengan mengubah regulasi titik serah dari Depo minyak ke SPBU, di SPBU terapkan digitalisasi nozzle, kemudian pasang CCTV online di seluruh SPBU.
Sementara itu menurut Santi Wijaya, dalam penegakan hukum penyalahgunaan BBM terutama dari penerapan undang-undang migas sudah diatur dalam pasal 51 sampai pasal 55, termasuk dengan ancaman hukuman, unsur pasalnya.
“Jadi mungkin ada pengurangan pasal atau penambahan pasal itu tidak mungkin, pada saat perkara dilimpah ke Jaksa Penuntut Umum di situlah yang bisa menuntut Jaksa dan yang bisa memutuskan adalah Hakim, “ katanya.
Sementara itu Darmadi Jupri mengusulkan agar dalam penegakan hukum dalam kasus penyalahgunaan BBM ini bisa digolongkan dalam tindak pidana atau kejahatan extraordinary crime.
“Penyalahgunaan BBM ini sudah menjadi nyata di depan mata yang berakibat pada kelangkaan BBM yang memicu antrian panjang di SPBU. Ini kan mengganggu rutinitas aktivitas masyarakat dan bisa bermuara terganggunya perputaran ekonomi di banyak daerah,” ujarnya.
Penggolongan penyalahgunaan BBM sebagai extraordinary crime juga mendapat dukungan dari peserta FGD dari seroang yang wartawan yang mengatakan jika kawasan atau minyak dan gas dalam pengamanannya termasuk dalam skala obyek vital nasional atau obvitnas, kenapa ketika di hilirnya terjadi tindak penyalahgunaan BBM ditangani seperti penanganan tindak kriminal biasa dengan hukuman yang ringan dan terpidananya kebanyakan sopir angkutan transportasi BBM. “Ini ironi penegakan hukum dalam kasus BBM,” kata Darmadi.
Antoni Toha dari DPN Peradi mengingatkan, dalam penegakan hukum penyalahgunaan BBM, sanksi hukum juga perlu diberikan kepada korporasi atau badan hukum dan badan usaha yang terjerat tindak penyalahgunaan BBM bersubsidi.
Pada FGD yang berlangsung hangat dan seru tersebut, Ketua DPC Ikadin Palembang Andri Meilansyah SH CHRM mengapresiasi dan berharap FGD ke depan terus berlangsung dengan melibat banyak pihak membahas masalah masalah hukum dan kasus –kasus yang cukup menarik dibedah.
Dukungan yang sama juga disampaikan Dekan Fakultas Hukum (FH) Universitas Sjakhyakirti Hj Desmawati Romli SH MH berharap FGD ini bisa berkelanjutan. “FGD seperti ini sangat menarik dan banyak informasi baru yang kami terima,” tuturnya.
“Pada 2023 PBH Peradi merencanakan akan menggelar FGD berkeliling kampus atau perguruan tinggi di Palembang dengan mengangkat tema yang tengah hangat di masyarakat. Sebelumnya, Ikadin Palembang pernah menyelenggarakan FGD membahas tema Tragedi Kanjuruhan yang menewaskan banyak korban dari perspektif hukum dan HAM,” pungkas Ketua PBH Peradi Palembang, Aina Rumiyati Aziz.