JAKARTA, oborsumatra.com – Presiden Joko Widodo (Jokowi) memberikan tanggapan terkait usulan perpanjangan masa jabatan kepala desa (kades). Ia pun meminta agar aspirasi tersebut disampaikan ke Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).
Hal itu disampaikan Presiden usai meninjau Proyek Pembangunan Sodetan Kali Ciliwung ke Kanal Banjir Timur (KBT), Jakarta Timur, Selasa (24/1/2023). “Ya yang namanya keinginan yang namanya aspirasi itu silakan disampaikan kepada DPR,” katanya.
Presiden mengungkapkan, berdasarkan Undang-Undang (UU) Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa, masa jabatan kades saat ini masih dibatasi selama enam tahun. “Tapi yang jelas UU-nya sangat jelas membatasi 6 tahun dan selama 3 periode itu,” ujarnya.
Sebelumnya, para kades sempat berunjuk rasa menyampaikan aspirasinya meminta perpanjangan masa jabatan menjadi sembilan tahun. Mereka berunjuk rasa di depan gedung DPR, Jalan Gatot Subroto, Jakarta Pusat, Selasa (17/1/2022).
Dalam UU No 6 Tahun 2014, kades memegang jabatan selama enam tahun terhitung sejak tanggal pelantikan. Kadaes juga dapat menjabat paling banyak tiga kali (periode) masa jabatan secara berturut-turut maupun tidak.
Sementara itu, masa jabatan kepala desa (kades) selama sembilan tahun disebut akan memberikan banyak manfaat bagi masyarakat desa. Hal itu disampaikan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi (Mendes PDTT) Abdul Halim Iskandar.
Menurutnya, dengan jabatan tersebut kades memberikan tanggapan terkait polemik masa jabatan kepala desa (kades) punya lebih banyak waktu untuk mensejahterakan warganya. Selain itu, pembangunan desa juga dapat lebih efektif tidak terpengaruh oleh dinamika politik akibat pemilihan kades (pilkades).
“Yang diuntungkan dengan kondisi ini adalah warga masyarakat. Dan yang tidak kalah pentingnya adalah warga masyarakat tidak perlu terlalu sering menghadapi suasana ketegangan yang tidak produktif,” katanya dalam siaran pers yang diterima, Rabu (18/1/2023).
Menurut pria yang akrab disapa Gus Halim, fakta konflik polarisasi pascapilkades nyaris terjadi di seluruh desa. Akibatnya Pembangunan akan tersendat dan beragam aktifitas di desa juga terbengkalai.
Dengan mempertimbangkan kondisi lapangan, kata Gus Halim, pakar menyebutkan ketegangan konflik pascapilkades akan mudah diredam jika waktunya ditambah. Hal ini juga dikaji secara akademis sehingga sesuai antara kebutuhan dan tindakan yang diambil.
Oleh karena itu, periodisasi tersebut bukan menjadi arogansi kades, namun menjawab kebutuhan untuk menyelesaikan konflik pasca pilkades. Selain itu, jika kinerja Kades buruk, masyarakat juga tidak perlu khawatir.
Menurutnya, pemerintah dalam hal ini Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) punya kewenangan memberhentikan kades yang kinerjanya sangat buruk. Dengan begitu, warga desa tidak perlu menunggu selama sembilan tahun untuk mengganti Kepala Desa yang kinerjanya sangat buruk.