Suara Gempar-Rempang dari Bukit Seguntang

Puluhan orang dalam komunitas Gerakan Melayu Palembang Darussalam Untuk Rempang (Gempar Rempang) menggelar aksi solidaritas di Bukit Seguntang, Kamis (22/9/2023)
Puluhan orang dalam komunitas Gerakan Melayu Palembang Darussalam Untuk Rempang (Gempar Rempang) menggelar aksi solidaritas di Bukit Seguntang, Kamis (22/9/2023)
banner 468x60

PALEMBANG, oborsumatra.com – Puluhan orang dalam komunitas Gerakan Melayu Palembang Darussalam Untuk Rempang (Gempar Rempang) menggelar aksi solidaritas di Bukit Seguntang, Kamis (22/9/2023).

“Sengaja kita menggelar aksi di Bukit Seguntang ini untuk saudara serumpun kita di Rempang. Bukit Seguntang ini mengingatkan kita dengan kisah sang Sapurba yang diceritakan dalam kitab Sulalatus Salatin. Selain itu, Seguntang merupakan situs penting di masa Sriwijaya. Di sini juga, banyak makam-makam yang dikaitkan dengan cerita raja-raja Melayu,” kata kata Sultan Palembang Darussalam, SMB IV Jayo Wikramo RM Fauwaz Diradja dalam orasinya.

Semula aksi yang dikoordinir oleh Ali Goik ini di gelar di kaki Seguntang dengan acara pembacaan puisi, orasi secara bergantian dari peserta aksi dan atraksi lukis oleh Koko (Sadariyanto).

Lalu, mereka naik ke puncak. Tepat di depan makam Segentar Alam, mereka membacakan pernyataan sikap.

“Sekarang, kita berada tepat di depan makam Segentar Alam, makam tokoh legendaris di Melayu, khususnya di uluan Batanghari Sembilan. Oleh karena itu, kita akan bacakan pernyataan sikap sebagai rasa solidaritas terhadap saudara-saudara kita di Rempang. Pernyataan sikap ini akan dibacakan oleh Sultan Palembang YM SMB IV, dan kerabat kesultanan Vebri Al Lintani selaku budayawan dan Ketua Bung Baja, Iskandar Syahbeni,” kata Ali Goik.

Pernyataan sikap dibuka oleh Vebri Al Lintani dengan kisah perjanjian setia atau wa’ada sebelum Sang Sapurba meminang Wan Sundaria, puteri dari Demang Lebar Daun.

Inti cerita ini adalah menceritakan kesetiaan rakyat dan raja. Namun apabila raja mengubah janji, maka jangan disesali apabila rakyat juga akan mengubah janji.

“Raja adil raja disembah, raja dhalim raja disanggah”, kata Vebri.

Lalu, dibacakan pula latar belakang oleh YM Sultan dan dilanjutkan dengan tuntutan oleh Ketua Umum Bung Baja , Iskandar Sabani SE SH.

“Masyarakat Melayu di pulau Rempang adalah bagian dari NKRI, bukan musuh yang harus diancam dengan moncong senjata, apalagi “dipiting”. Oleh karena itu, duhai saudara-saudara Rampang dengarkanlah keberpihakan kami”, kata Beni.

Tuntutan Gempar Rempang terdiri dari 5 poin yaitu, mendukung perjuangan mayarakat Rempang untuk memertahankan marwah kampung-kampung tua yang telah ada sejak tahun 1834, tidak setuju dengan relokasi 16 kampung adat tanpa keadilan demi kepentingan investasi, menyerukan untuk menarik ribuan pasukan TNI dan Polisi dari pulau Rempang, mengembalikan fungsi alat negara itu sebegai pelindung segenap rakyat, mendersak pengesahan undang-undang Masyarakat Adat dan seruan untuk memertahankan dan melestarikan marwah bangsa di dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Setelah pembacaan pernyataan sikap yang diakhiri dengan pantun yang dibacakan oleh Vebri dengan langgam selendang delima, aksi Gempar ditutup dengan doa oleh Korlap Wahyudi.

Aksi Gempar yang diikuti oleh para seniman rupa seperti Koko (Sadariyanto) yang menggambarkan kondisi Rempang, Martha Astra Winata, Edi Fahyuni, Izhar, Ismail, Pangeran Rasyid dari Kesultanan Palembang dan puluhan anggota Bung Baja.

Selain itu, aksi ini juga didukung oleh Kerabat Kesultanan Palembang Darussalam, Bung Baja, Aliansi Masyarakat Peduli Cagar Budaya (AMPCB), Komunitas Budaya Batanghari 9 (Kobar 9), Yayasan Depati, Masyarakat Sejarawan Indonseia (Msi) Kota Palembang, Balarupa, Mang Dayat Chanel. (Lid)

banner 300x250

Pos terkait

banner 468x60

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *