PALEMBANG, oborsumatra.com – Ancaman gangguan keamanan kerap kali muncul di berbagai daerah di tanah air, baik menjelang maupun saat pelaksanaan Pemilihan Umum (Pemilu) dan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada).
Oleh karena itu, Pemprov Sumsel dan berbagai pihak lainnya pun mengambil langkah cepat dengan mempererat koordinasi dan sinergi sehingga ancaman tersebut dapat diminimalisir.
Gubernur Sumsel H. Herman Deru mengatakan, semua pihak tentu perlu mengembangkan kolaborasi Pemilu dan Pilkada tahun 2024 mendatang dapat berjalan dengan baik.
“Langkah ini penting dilakukan untuk menyamakan frekuensi sehingga pemilu 2024 ini dapat berjalan dengan baik,” kata Herman Deru ketika membuka Rapat Koordinasi bersama Forkopimda Provinsi Sumsel dan Forkopimda Kabupaten/Kota se Sumsel di Ballroom Hotel Wyndham, Kamis (21/9).
Menurutnya, kendati indeks kerawanan di Sumsel cenderung baik, namun semua pihak tidak boleh lengah.
“Saat ini indeks kerawanan Sumsel berada diurutan 19, artinya kerawanan di Sumsel dalam taraf sedang. Namun, kita tentunya tidak boleh terlalu percaya diri karena suhu politik itu lebih sulit dideteksi,” jelasnya.
Bahkan, lanjutnya, terjadinya ancaman yang mengganggu kamtibmas saat pemilu dan pilkada sulit diprediksi.
“Pemantik munculnya gangguan kamtibmas ini sulit ditebak. Karena itu saya harap agar setiap daerah mewaspadainya,” terangnya.
Dia pun menyebut, kolaborasi antar pihak pun merupakan hal mutlak yang harus dimasifkan.
“Setiap informasi yang diterima bisa menjadi langkah kita agar gangguan kamtibmas bisa diminimalisir. Badan Kesbangpol juga harus bekerja keras agar citra baik Sumsel ini tidak tercoreng,” tegasnya.
Tidak hanya itu, Bupati dan Walikota pun dituntut untuk meminimalisir gangguan kamtibmas di daerahnya.
“Saya minta Bupati dan Walikota berupaya selalu ada di wilayahnya masing-masing dan konsen terhadap kamtibmas ini,” bebernya.
Dia juga menegaskan, kepala daerah juga harus paham terhadap tahapan demokrasi tersebut.
“Regulasi ini dinamis. Namun kepala daerah belum tentu update dengan perubahan regulasi ini. Jadi perbanyak komunikasi dan diskusi sehingga kesamaan frekuensi semakin meningkat,” paparnya.
Menurutnya, pelanggaran demokrasi dalam pemilu dan pilkada kerap terjadi lantaran minimnya pengetahuan atas regulasi tersebut.
“Ada peserta yang melanggar karena ketidaktahuan regulasi tersebut. Seperti memasang poster di pohon. Itu memang tidak melanggar peraturan KPU, tapi melanggar perda. Sebab itu info soal regulasi ini harus dimaksimalkan sehingga masyarakat nyaman dalam memilih dan daerah ini tetap zero konflik,” tegasnya.
Sementara itu, Kepala Badan Kesbangpol Sumsel Alfajri Zabidi mengatakan, rakor ini sebagai langkah untuk menyamakan persepsi dalam menghadapi pemilu dan pilkada 2024 mendatang.
“Kita semua memiliki peran agar pemilu dan pilkada ini berjalan damai dan aman,” pungkasnya.